Dosis
adalah takaran obat yang menimbulkan efek farmakologi (khasiat) yang tepat dan
aman bila dikonsumsi oleh pasien. Adapun jenis
jenis DOSIS, antara lain dosis lazim, dosis terapi, dosis minimum, dosis
maksimum, dosis toksik, dan dosis letal (dosis letal50 dan dosis letal100)
Dmax = Dosis maksimum adalah takaran dosis tertinggi yang masih
boleh
diberikan kepada pasien dan tidak menimbulkan keracunan.
Dmin
= Dosis minimum adalah takaran dosis
terendah yang masih dapat
memberikan efek farmakologis (khasiat) kepada pasien apabila
dikonsumsi.
Dlazim
= Dosis lazim adalah dosis yang diberikan berdasarkan petunjuk umum
pengobatan yang biasa digunakan, referensinya bisa berbeda-beda, dan
sifatnya tidak mengikat, selagi ukuran dosisnya diantara dosis
maksimum dan dosis minimum obat.
Dterapi
= dosis dalam keadaan biasa bs sembuhkan px
Dtox
= dosis dlm keadaan biasa bs tmbulkan keracunan
Dletal
= dlm keadaan biasa bs sebabkan tewas
Dpeliharaan
= untuk pertahankan keadaan mantap suatu obat dlm tubuh
PENENTUAN
DOSIS OBAT
Berdasar
umur
Rumus
young (anak < 8 th)
DM
anak < 8th = (n/n+12)x 100; n = umur dlm tahun
Rumus
dilling (anak >= 8th)
DM
anak >= 8th = (n/20) x DM dewasa; n = umur dlm thn
Rumus
fried (bayi)
DM
bayi (bulan) = (n/150) x DM dewasa; n = umur dlm thn
Berdasar
Berat bdn
Clark
Dosis
anak = (bba/70) x dd; bba = Bbanak; dd = dosis dewasa
Thermich
DM
= (n/70) x DM dewasa; n = BB dalam kg
Luas
p’mukaan tubuh
Lebih
akurat, dilakukan u/ px pediatrik
LPT
= ((T(cm)xBB(kg)/3600) -> akar
Dosis
perkiraan -> (LPT/1,73) x dosis dewasa
HITUNG KANDUNGAN DLM OBAT
1. ekuivalensi NACL
Cara
ini dengan mengkonversi nilai zat ke NaCl, harga ekuivalennya ditunjukkan nilai
E (Nilai E bisa dilihat di farmakope : Daftar Tonisitas NaCl).
Misalkan penisilin E = 0,18 artinya
1 gram Penisilin setara/senilai 0,18 gram NaCl. Agar isotonis, tonisitas
sediaan harus = tonisitas tubuh yaitu 0,9% (b/v)
NaCl 0,9% artinya 0,9 gram NaCl yang
terlarut dalam volume total 100 mL.
jadi RUMUS nilai ekuivalensi
terhadap NaCl = W x E, dimana W dalam satuan gram
2. penurunan titik beku
Cairan tubuh
yang setara 0,9% NaCl mengalami penurunan titik beku sebesar 0,52 Celcius, oleh
karena itu sediaan dikatakan isotonis apabila mengalami penurunan titik beku
0,52 C.
Untuk memperoleh larutan isotonis maka NaCl yang ditambah sesuai RUMUS :
Untuk memperoleh larutan isotonis maka NaCl yang ditambah sesuai RUMUS :
B = 0,52 - (c1.ptb1 + c2.ptb2 +......+)/ptb
B = Jumlah zat NaCl yang harus ditambahkan agar isotonis
Ptb1, Ptb2 ... = Penurunan titik beku zat berkhasiat seperti didalam resep
Ptb = Penurunan titik beku zat pengisotonis (NaCl)
C1, C2 .. = Konsentrasi zat berkhasiat didalam resep dg satuan (b/v) % , titik titik dalam rumus maksutnya apabila ada 4 zat berkhasit, rumusnya sama (C1xPtb1+C2...+C3...+C4xPtb4), begitu pula jika trdapat 5 atau seterusnya.
TEKNIK PEMBERIAN OBAT
a.
Oral
Pemberian obat melalui mulut (per oral)
adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Namun
tidak semua obat dapat diberikan per
oral, misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin, aminovilin) atau yang di
uraikan oleh getah lambung, seperti bensilpenisilin, insulin oksitosin dan hormon steroida. Sering
kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan tidak lengkap,
meskipun formulasinya optimal misalnya senyawa amonium kwaterner, tetrasiklin,
kloksasilin, dan digoksin (maksimal 80%). Keberatan lain adalah obat setelah
diresorpsi harus melalui hati, dimana
dapat terjadi in-aktivasi, sebelum diedarkan ke lokasi kerjanya. Untuk mencapai
efek lokal di usus dilakukan pemberian oral misalnya obat cacing atau
antibiotika untuk mensterilkan lambung. Usus pada infeksi atau sebelum
pembedahan (streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamida). Obat-obat ini justru tidak boleh di serap begitu pula
zat-zat kontras rontgen guna membuat foto lambung dan usus.
b. Sublingual
Obat setelah dikunyah halus (bila perlu)
diletakkan di bawah lidah (sublingual), tempat berlangsungnya resorpsi oleh
selaput lendir setempat ke dalam vena lidah yang sangat banyak di lokasi ini.
Keuntungan cara ini ialah obat langsung masuk ke peredaran darah besar tanpa
melalui hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila efek yang pesat dan
lengkap diinginkan, misalnya pada serangan angina (suatu penyakit jantung),
asma, migran (nitrogliserin, isoprenalin, ergotamin, juga metiltestosteron). Keberatannya adalah kurang praktis untuk digunakan terus
menerus dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya obat yang bersifat lipofil
saja yang dapat diberikan dengan cara ini.
c. Injeksi
Pemberian obat secara parenteral (berarti
“di luar usus”) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan
lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau
tidak diresorpsi usus (streptomisin). Begitu pula pada pasien yang tidak sadar
atau tidak mau bekerja sama. Keberatanya adalah lebih mahal dan nyeri serta
sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu, ada pula bahaya terkena
infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat
suntikan tidak dipilih dengan tepat.
i.
Subkutan (hipodermal)
Merupakan cara
pemberian obat melalui suntikan dibawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah
lengan atas sebelah luar atau sepertiga bagian dari bahu,paha sebelah
luar,daerah dada,dan daerah sekitar umbilikus.
Injeksi di bawah
kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut baik
dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuskuler atau
intravena. Contoh: pemberian imunisasi campak,dan insulin pada pasien penyakit
gula yang mudah dilakukan sendiri.
ii.
Intramuskuler (i.m)
Dengan injeksi di
dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10 sampai 30 menit. Guna
memperlambat resorpsi dengan maksut memperpanjang kerja obat, sering kali
digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, misalnya suspensi penisilin dan
hormon kelamin. Tempat injeksi umunya dipilih pada otot bokong yang tidak
memiliki banyak pembuluh dan syaraf .
iii.
Intravena (i.v)
Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan
efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat
sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya
singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai pentakaran yang tepat dan dapat
dipercaya atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tidak
larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
Bahaya infeksi intravena adalah mengakibatkan terganggunya zat-zat koloida
darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini benda asing langsung
dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan
timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat,
sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena
itu, setiap injeksi intravena sebaiknya dilakukan dengan amat perlahan, antara
50 dan 70 detik lamanya.
Infus tetes intravena dengan obat sering
kali dilakukan di rumah sakit pada keadaan darurat atau dengan obat yang cepat
metabolisme dan ekskresinya guna mencapai kadar plasma yang tetap tinggi.
Bahaya trombosis timbul bila infus dilakukan terlampau sering pada satu tempat.
e. Implantasi
Subkutan
Adalah memasukkan obat yang berbentuk pellet
steril ( tablet silindris kecil) ke bawah kulit dengan menggunakan satu alat
khusus (trocar). Obat ini terutama digunakan untuk efek sistemis lama, misalnya
hormon kelamin (estradiol) dan testosderon. Akibat resorpsi yang lambat, satu
pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3 sampai 5 bulan
lamanya. Bahkan dewasa ini tersedia implantasi obat anti hamil dengan lama
kerja 3 tahun.
f. Rektal
Adalah pemberian obat melalui rektum (dubur)
yang layak untuk obat yang merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung,
biasanya dalam bentuk suppositoria, kadang - kadang sebagai cairan. Obat ini
terutama digunakan pada pasien yang mual atau muntah - muntah (mabuk jalan,
migran) atau yang terlampau sakit untuk menelan tablet . dengan demikian
penyebaran obat di salam rektum yang tergantung dari basis suppositoria yang
digunakan, dapat menentukan rutenya ke sirkulasi darah besar. Suppositoria dan
salep juga sering kali digunakan untuk efek lokal pada gangguan poros usus
misalnya wasir. Keberatannya ialah dapat menimbulkan peradangan bila digunakan
terus menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar