Selasa, 12 November 2013

dosis



Dosis adalah takaran obat yang menimbulkan efek farmakologi (khasiat) yang tepat dan aman bila dikonsumsi oleh pasien. Adapun jenis jenis DOSIS, antara lain dosis lazim, dosis terapi, dosis minimum, dosis maksimum, dosis toksik, dan dosis letal (dosis letal50 dan dosis letal100)

Dmax = Dosis maksimum adalah takaran dosis tertinggi yang masih boleh
             diberikan kepada pasien dan tidak menimbulkan keracunan.
Dmin =  Dosis minimum adalah takaran dosis terendah yang masih dapat
              memberikan efek farmakologis (khasiat) kepada pasien apabila
              dikonsumsi.
Dlazim = Dosis lazim adalah dosis yang diberikan berdasarkan petunjuk umum
               pengobatan yang biasa digunakan, referensinya bisa berbeda-beda, dan
              sifatnya tidak mengikat, selagi ukuran dosisnya diantara dosis
              maksimum dan dosis minimum obat.
Dterapi = dosis dalam keadaan biasa bs sembuhkan px
Dtox = dosis dlm keadaan biasa bs tmbulkan keracunan
Dletal = dlm keadaan biasa bs sebabkan tewas
Dpeliharaan = untuk pertahankan keadaan mantap suatu obat dlm tubuh

PENENTUAN DOSIS OBAT
Berdasar umur
Rumus young (anak < 8 th)
DM anak < 8th = (n/n+12)x 100; n = umur dlm tahun

Rumus dilling (anak >= 8th)
DM anak >= 8th = (n/20) x DM dewasa; n = umur dlm thn

Rumus fried (bayi)
DM bayi (bulan) = (n/150) x DM dewasa; n = umur dlm thn

Berdasar Berat bdn

Clark
Dosis anak = (bba/70) x dd; bba = Bbanak; dd = dosis dewasa

Thermich
DM = (n/70) x DM dewasa; n = BB dalam kg

         
Luas p’mukaan tubuh
Lebih akurat, dilakukan u/ px pediatrik
LPT = ((T(cm)xBB(kg)/3600) -> akar
Dosis perkiraan -> (LPT/1,73) x dosis dewasa

HITUNG KANDUNGAN DLM OBAT
1. ekuivalensi NACL
 Cara ini dengan mengkonversi nilai zat ke NaCl, harga ekuivalennya ditunjukkan nilai E (Nilai E bisa dilihat di farmakope : Daftar Tonisitas NaCl). 

Misalkan penisilin E = 0,18 artinya 1 gram Penisilin setara/senilai 0,18 gram NaCl. Agar isotonis, tonisitas sediaan harus = tonisitas tubuh yaitu  0,9% (b/v)
NaCl 0,9% artinya 0,9 gram NaCl yang terlarut dalam volume total 100 mL.

jadi RUMUS nilai ekuivalensi terhadap NaCl = W x E, dimana W dalam satuan gram

2. penurunan titik beku
Cairan tubuh yang setara 0,9% NaCl mengalami penurunan titik beku sebesar 0,52 Celcius, oleh karena itu sediaan dikatakan isotonis apabila mengalami penurunan titik beku 0,52 C.
Untuk memperoleh larutan isotonis maka NaCl yang ditambah sesuai RUMUS :
 
B =  0,52 - (c1.ptb1 + c2.ptb2 +......+)/ptb

keterangan :
B                          = Jumlah zat NaCl yang harus ditambahkan agar isotonis
Ptb1, Ptb2 ...           = Penurunan titik beku zat berkhasiat seperti didalam resep
Ptb                         = Penurunan titik beku zat pengisotonis (NaCl)
C1, C2 ..               = Konsentrasi zat berkhasiat didalam resep dg satuan (b/v) % , titik titik dalam rumus maksutnya apabila ada 4 zat berkhasit, rumusnya sama (C1xPtb1+C2...+C3...+C4xPtb4), begitu pula jika trdapat 5 atau seterusnya.

 



TEKNIK PEMBERIAN OBAT
a.   Oral

    Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat dapat diberikan  per oral, misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin, aminovilin) atau yang di uraikan oleh getah lambung, seperti bensilpenisilin,  insulin oksitosin dan hormon steroida. Sering kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur dan tidak lengkap, meskipun formulasinya optimal misalnya senyawa amonium kwaterner, tetrasiklin, kloksasilin, dan digoksin (maksimal 80%). Keberatan lain adalah obat setelah diresorpsi    harus melalui hati, dimana dapat terjadi in-aktivasi, sebelum diedarkan ke lokasi kerjanya. Untuk mencapai efek lokal di usus dilakukan pemberian oral misalnya obat cacing atau antibiotika untuk mensterilkan lambung. Usus pada infeksi atau sebelum pembedahan (streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa sulfonamida). Obat-obat ini justru tidak boleh di serap begitu pula zat-zat kontras rontgen guna membuat foto lambung dan usus.

b.  Sublingual

    Obat setelah dikunyah halus (bila perlu) diletakkan di bawah lidah (sublingual), tempat berlangsungnya resorpsi oleh selaput lendir setempat ke dalam vena lidah yang sangat banyak di lokasi ini. Keuntungan cara ini ialah obat langsung masuk ke peredaran darah besar tanpa melalui hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila efek yang pesat dan lengkap diinginkan, misalnya pada serangan angina (suatu penyakit jantung), asma, migran (nitrogliserin, isoprenalin, ergotamin, juga metiltestosteron). Keberatannya adalah kurang praktis untuk digunakan terus menerus dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya obat yang bersifat lipofil saja yang dapat diberikan dengan cara ini.

c.   Injeksi

    Pemberian obat secara parenteral (berarti “di luar usus”) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus (streptomisin). Begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Keberatanya adalah lebih mahal dan nyeri serta sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu, ada pula bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.
   
       i.            Subkutan (hipodermal)
Merupakan cara pemberian obat melalui suntikan dibawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau sepertiga bagian dari bahu,paha sebelah luar,daerah dada,dan daerah sekitar umbilikus.
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuskuler atau intravena. Contoh: pemberian imunisasi campak,dan insulin pada pasien penyakit gula yang mudah dilakukan sendiri.
     ii.            Intramuskuler (i.m)

  Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10 sampai 30 menit. Guna memperlambat resorpsi dengan maksut memperpanjang kerja obat, sering kali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, misalnya suspensi penisilin dan hormon kelamin. Tempat injeksi umunya dipilih pada otot bokong yang tidak memiliki banyak pembuluh dan syaraf .

  iii.            Intravena (i.v)

    Injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tidak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah. Bahaya infeksi intravena adalah mengakibatkan terganggunya zat-zat koloida darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini benda asing langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi intravena sebaiknya dilakukan dengan amat perlahan, antara 50 dan 70 detik lamanya.
    Infus tetes intravena dengan obat sering kali dilakukan di rumah sakit pada keadaan darurat atau dengan obat yang cepat metabolisme dan ekskresinya guna mencapai kadar plasma yang tetap tinggi. Bahaya trombosis timbul bila infus dilakukan terlampau sering pada satu tempat.

e.   Implantasi Subkutan
    Adalah memasukkan obat yang berbentuk pellet steril ( tablet silindris kecil) ke bawah kulit dengan menggunakan satu alat khusus (trocar). Obat ini terutama digunakan untuk efek sistemis lama, misalnya hormon kelamin (estradiol) dan testosderon. Akibat resorpsi yang lambat, satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3 sampai 5 bulan lamanya. Bahkan dewasa ini tersedia implantasi obat anti hamil dengan lama kerja 3 tahun.
f.    Rektal

    Adalah pemberian obat melalui rektum (dubur) yang layak untuk obat yang merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya dalam bentuk suppositoria, kadang - kadang sebagai cairan. Obat ini terutama digunakan pada pasien yang mual atau muntah - muntah (mabuk jalan, migran) atau yang terlampau sakit untuk menelan tablet . dengan demikian penyebaran obat di salam rektum yang tergantung dari basis suppositoria yang digunakan, dapat menentukan rutenya ke sirkulasi darah besar. Suppositoria dan salep juga sering kali digunakan untuk efek lokal pada gangguan poros usus misalnya wasir. Keberatannya ialah dapat menimbulkan peradangan bila digunakan terus menerus. 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar